Aceh Tenggara, inakor.id — Sebelumnya Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Tenggara memutuskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) bagi Calon Legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara di TPS 01 Desa Lawe Petanduk 1, Kecamatan Semadam, Kabupaten Aceh Tenggara. Putusan PSU bedasarkan surat KIP Nomor : 07/HK.03.01-Kpts/1102/2024 tentang Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Umum Tahun 2024 di TPS 01 Desa Lawe Petanduk 1.
Safri Desky, Ketua KIP Aceh Tenggara membenarkan akan dilakukan Pemungutan Suara Ulang di TPS 01 Lawe Petanduk, ia juga mengatakan, keputusan itu menindaklanjuti rekomendasi dari Panwaslih Kecamatan Semadam Nomor : 49/HM.03.02/K.AC 09/SMD/02/2024 tanggal 15 Februari 2024 perihal Pemungutan Suara Ulang.
Bedasarkan rekomendasi Panwaslih Kecamatan Semadam, KIP Aceh Tenggara memutuskan dan menetapkan PSU di Desa Lawe Petanduk 1 yang dilaksanakan pada hari Jumat 23 Februari 2024, kata Safri Desky kepada awak media.
Rudi Tarigan, salah seorang aktivis di tempat PSU kepada inakor.id mengatakan, penyebab PSU karena seorang saksi di TPS 01 dari salah satu Partai Politik melaporkan anggota KPPS kepada Panwaslih Kecamatan Semadam, terkait pembiaran pencoblosan kertas suara yang lebih dari yang seharusnya. Laporan itu, lengkap dengan bukti visual rekaman saat melakukan pencoblosan kertas suara di TPS 01 Desa Lawe Petanduk 1.
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu tahun 2024 di TPS 01 Desa Lawe Petanduk 1 sebanyak 232 pemilih. Walaupun ada sanksi tegas, namun menjelang hari Pemungutan Suara Ulang (PSU) kedua Caleg DPRK Aceh Tenggara dari PDIP diduga lakukan Politik Uang untuk meraih suara agar terpilih menjadi anggota DPRK Aceh Tenggara Priode 2024-2029, ujar Rudi Tarigan.
Aktivis itu lebih lanjut menjelaskan, dalam ketentuan Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. Dan Pasal 523 yang menyebutkan bahwa setiap pelaksana, peserta dan/atau Tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung baik itu dalam keadaan masa tenang maupun pada hari pemungutan suara maka dipidana penjara paling lama 4 (tahun) tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta, pungkas Rudi Tarigan mengakhiri. [Amri Sinulingga]