Merasa Dirugikan Tim Lahan Bentukan Kades, Warga Desa BuntaAkan Adukan Sejumlah Oknum Kepihak Kepolisian.

Palu, Inakor.id.- Sebanyak 14 orang pemilik lahan di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, dalam waktu dekat akan mengadukan oknum Tim Pembebasan Lahan Desa Bunta yang lahannya kini sudah dijadikan kawasan pertambangan nikel PT. Stardust Estate Investment (SEI) kepada pihak kepolisian.

Adapun tim pembebasan lahan bentukan kades berinisial CL itu, diantaranya beranggotakan YK dan SK. Dua oknum itu, diduga menggelapkan dana ganti rugi pembebasan lahan ke-14 orang warga tersebut bersama-sama dengan oknum petinggi desa itu.

banner 336x280

Kepada wartawan di Palu belum lama ini, dua orang pemilik lahan, masing-masing Aprianus Kelo dan Alamsyah Loliwu mengungkapkan rencana itu mewakili 12 orang pemilik lainnya. Menurut Apri, pihaknya akan menempuh cara itu, karena mereka menduga oknum tim pembebasan lahan tersebut, ditengarai telah melakukan “persekongkolan jahat” untuk menggelapkan dana ganti rugi lahan yang harus diterimanya.

Sebab, lanjut Apri, tidak mungkin pihak PT. SEI yang kini menguasai lahan dan berani mengobok-obok lahan pertanian yang mereka kelola selama ini, tanpa didahului dengan pembayaran ganti rugi, “jadi sesungguhnya saya yakin perusahaan sudah membayar ganti rugi, tetapi uangnya diduga keras nyangkut dan digelapkan oleh oknum-oknum tersebut.” ujar Apri.

Langkah hukum yang akan ditempuh Apri dan Alamsyah beserta pemilik lahan lainnya itu, akan mendapat pendampingan hukum dari Dr. Johnny Salam, S.H., M.H. dan kawan-kawan.

Johnny yang merupakan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tadulako tersebut, ketika dimintai konfirmasi di Palu, mengakui jika pihak pemilik lahan dari Desa Bunta tersebut, sudah mempercayakan kepada dirinya untuk mengadukan oknum-oknum tersebut kepada aparat kepolisian, “masa lahannya orang diambil begitu saja tanpa diberi ganti rugi, mestinya tim pembebasan lahan itu justru harus memperjuangkan nasib para pemilik lahan itu, jangan justru terjadi tindakan sebaliknya, mereka yang menggelapkan hak-hak pemilik lahan.” tegas Johnny yang kini beralih profesi dari seorang akademisi menjadi advokat setelah pensiun dari kampus.

Kejanggalan yang meliputi pembebasan lahan pertanian warga Desa Bunta itu, antara lain tampak dari adanya dua orang warga pemilik lahan masing-masing bernama Alamsyah Loliwu Adoe yang telah menerima panjar pembayaran ganti rugi sebanyak IDR 300 juta yang diterima langsung dari YK bertempat di kediaman mantan Kepala Desa Bunta, Alfred Pantilu dan seorang lagi pemilik lahan bernama Masani telah pula menerima pembayaran sebanyak IDR 300 juta yang diterima langsung oleh kakak iparnya bernama Oderman Lapasila di rumah YK. Kedua pemilik lahan itu memiliki lahan pada hamparan yang sama dengan 13 orang lainnya yang tidak terbayar. Lancarnya pembayaran untuk Masani, karena tim pembebasan lahan, diduga takut dan segan kepada Masani, karena dia seorang pensiunan tantara.

Sementara itu, YK yang dihubungi melalui sambungan telepon, mengakui jika lahan-lahan milik para warga Desa Bunta itu tidak bisa dibayarkan ganti ruginya, karena tim pembebasan lahan tidak menemukan dokumen kepemilikan lahan yang valid.

Berbeda halnya dengan lahan milik Masani dan Alamsyah yang diakuinya memiliki dokumen yang jelas dan valid. Hanya saja, berdasarkan hasil klasifikasi dokumen surat tanah masyarakat Desa Bunta Kecamatan Petasia Timur yang dilakukan Tim Validasi Surat Tanah Masyarakat yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Morowali, tanggal 15 Desember 2010 yang ditandatangani Bupati Morowali, Anwar Hafid ketika itu untuk keperluan proyek PT. Agro Nusa Abadi (ANA) guna dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit, tercantum dengan jelas nama-nama ke-14 pemilik lahan tersebut, meski proyek itu sendiri tidak terealisasi dan saat ini lahannya dijadikan areal pertambangan oleh PT. SEI.

Terkait dengan kejanggalan lain dari persoalan ganti rugi lahan di Desa Bunta tersebut, ada informasi lain yang diutarakan Alamsyah Adoe kepada Media Inakor.id, yakni pihaknya suatu hari diundang Yusri Kayoa untuk menerima pembayaran ganti rugi dari PT SEI di rumah mantan Kades Bunta, Alfred Pantilu. Ia pun datang bersama isteri dan ketika itu, pihaknya disodori berita acara penerimaan ganti rugi lahan dengan nominal sebanyak IDR 630 juta untuk ditandatangani.

Alamsyah pun mengaku menolak menandatangani berita acara itu, karena YK hanya mau menyerahkan uang sebanyak IDR 300 juta untuk dibagikan kepada 13 orang pemilik lahan lainnya. Jumlah dana IDR 300 juta itu, juga tidak sesuai dengan nominal yang tertera dalam berita acara. Pada kesempatan itu, ungkap Alamsyah lagi, YK terpaksa berdalih bahwa uang IDR 300 juta itu merupakan panjar pembayaran yang sisanya akan dibayarkan kemudian.

Hanya saja, lanjut Alamsyah, sisa dana ganti rugi yang pernah dijanjikan Yusri itu, hingga saat ini tidak pernah terbayarkan. Malahan beberapa kali ditagih, tetapi Yusri berdalih jika urusan itu ditangani Kades Bunta, CL. Pada kesempatan lain, tatkala CL lagi yang ditagih, dia justru menunjuk Yusri, sehingga Alamsyah merasa dipermainkan oleh kedua oknum itu. Atas keadaan itu, maka pihaknya tidak segan-segan akan menggunakan upaya hukum untuk mengadukan seluruh oknum yang terlibat dalam dugaan penggelapan dana ganti rugi lahan itu kepada pihak kepolisian.

Sementara itu, Kepala Desa Bunta, CL yang dimintai konfirmasi via sambungan telepon, Kamis (15/2/2023), terkait pembayaran IDR 600 juta yang dibayarkan kepada Masani dan Alamsyah mengaku tidak tahu menahu dari mana asal usul dana tersebut. Bukan hanya itu, kepada siapa YK membayarkan ganti rugi lahan itu, pihaknya juga mengaku tidak mengetahuinya,”jadi semua itu saya tidak tahu, YK dan kawan-kawanlah yang mengaturnya, makanya saya pernah tegur dan memarahi mereka, karena persoalan itu,” ungkap CL.

Menanggapi pengakuan CL itu, salah seorang warga Desa Bunta kepada media Inakor.id yang tak mau disebut identitasnya itu menilai, sikap kepala desa tersebut, hanyalah penyangkalan dan cenderung merupakan “cuci tangan” saja dari masalah itu, sebab menurutnya tidak mungkin kepala desa tidak tahu menahu tentang asal usul dan sumber dana yang dibagikan YK kepada pemilik lahan,”masa pak kades tidak tahu uang yang dibayarkan YK itu bukan uang receh, tapi jumlahnya ratusan juta,”ujar sumber itu.

Lagi pula lanjut sumber itu, Yusri bekerja berdasarkan kebijakan CL, masa tidak ada laporan atau pemberitahuan kepadanya selaku kepala desa dan sebagai pihak yang membentuk tim pembebasan lahan tersebut,”kalau cerita kepala desa itu benar adanya, maka Yusri dan kawan-kawan itu, terkesan meremehkan dan pandang enteng CL sebagai kepala desa yang menunjuknya,” ujar sumber itu lagi. (Jamal)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *