Pangandaran, inakor.id – Nama seorang pegawai aktif Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Pangandaran berinisial RNR diduga kuat telah menyandang status tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan uang sejak Juli 2024 lalu.
Kasus ini muncul setelah adanya aduan masyarakat yang mengaku mengalami kerugian hingga Rp35 juta. Uang tersebut konon diserahkan kepada RNR dengan harapan mendapat keuntungan tertentu, namun realisasinya tak pernah terbukti.
Informasi ini diungkapkan dr. Erwin Mohammad Thamrin saat ditemui awak media di kediamannya di Kecamatan Padaherang, Minggu (28/9/2025). Ia menyebut lambannya penanganan kasus tersebut menimbulkan tanda tanya besar mengenai kepastian hukum di Kabupaten Pangandaran.
“Ini sangat miris. Bayangkan, sudah berstatus tersangka sejak 2024, sekarang 2025 hampir berakhir, tapi belum ada kejelasan. Padahal kasusnya belum ada penyelesaian,” ungkap Erwin.
Tak hanya sekadar cerita, Erwin juga menunjukkan dokumen resmi berupa Surat Ketetapan Tersangka dengan nomor registrasi S.Tap/40/VII/RES.1./2024/Satreskrim yang diterbitkan Polres Pangandaran pada 12 Juli 2024. Surat tersebut ditandatangani langsung oleh Kasat Reskrim Polres Pangandaran, Herman S.H.
Dalam surat itu disebutkan, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi setidaknya dua alat bukti yang sah dan melalui proses gelar perkara. Dengan demikian, status hukum terhadap RNR sebenarnya sudah jelas sejak tahun lalu.
Tersangka Kasus Tipu Gelap, Pejabat Satpol PP Pangandaran Klaim Sudah Lunasi Utang
Pejabat Satpol PP Kabupaten Pangandaran berinisial RNR membenarkan bahwa dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan (tipu gelap) senilai Rp35 juta.
“Secara resmi memang iya ditetapkan, prosesnya masih berjalan. Saya sedang menyampaikan fakta dan dokumen yang kami miliki serta berupaya menggugurkan status tersangka dengan bukti-bukti yang ada,” kata RNR saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Minggu (28/9/2025) malam.
RNR menegaskan, kasus yang menjeratnya berkaitan dengan Pasal 372 dan 378 KUHP mengenai penipuan dan penggelapan. Menurutnya, kewajiban itu sudah diselesaikan sesuai perjanjian yang dibuat bersama pihak pelapor berinisial AAM pada 15 Januari 2024.
“Dalam surat perjanjian, saya diwajibkan melunasi utang pada 31 Maret 2024. Faktanya, sebelum tenggat tersebut saya sudah melunasi. Hanya saja pembayaran dilakukan bukan langsung ke AAM, melainkan ke kuasa hukumnya yang membawa surat kuasa resmi. Bukti transfer dan rekening koran semuanya ada,” tegasnya.
Meski mengklaim sudah melunasi, RNR tetap dilaporkan ke polisi hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada 12 Juli 2024. Ia menyayangkan proses penyidikan yang menurutnya tidak menyelidiki secara menyeluruh, termasuk tujuan pinjaman yang dipakai untuk membeli sebidang tanah.
“Objek tanahnya jelas ada, penjualnya ada, pengukur tanah ada, bahkan saksi keluarga dan tetangga pun mengetahui transaksi itu. Jadi, unsur penipuannya seharusnya tidak terpenuhi,” ujarnya.
Lebih lanjut, RNR meminta agar penyidik Polres Pangandaran melakukan gelar perkara ulang. Ia menilai bukti pelunasan utang seharusnya menjadi pertimbangan kuat dalam proses hukum.
“Bagi saya, yang terpenting kewajiban sudah selesai. Hutang piutang itu seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana. Kalau memang ada asumsi penipuan, mestinya dilihat dulu faktanya. Saya yakin unsur tipu gelap tidak terpenuhi,” sebutnya
Menurutnya, alasan dirinya diam selama ini karena meyakini kasus tersebut sudah selesai setelah melakukan pelunasan melalui kuasa hukum pelapor.
“Saya diam karena pikir sudah selesai. Kalau bisa digelar ulang, silakan. Kalau tidak, sebagai warga negara saya berhak menuntut keadilan atas penetapan tersangka ini, entah lewat praperadilan atau komunikasi baik-baik dengan penyidik. Saya berharap ini dibicarakan dengan kepala dingin,” pungkas RNR.**
(Agit Warganet)



Tinggalkan Balasan