Palu, Inakor.id – Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli beserta aparat penegak hukum di daerah itu, diminta untuk segera menyikapi persoalan pendirian bangunan-bangunan permanen yang didirikan sejumlah oknum pada garis sempadan pantai di Desa Lalos, Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah.
Keberadaan bangunan tersebut, selain diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor. 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai, juga diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tolitoli Nomor. 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tolitoli Tahun 2023 – 2042.
Desakan itu disampaikan sejumlah sumber di Tolitoli kepada Inakor.id melalui sambungan telepon, Senin (5/8/2024).
Pada umumnya mereka mengaku dari kelompok pencinta dan peduli lingkungan Kabupaten Tolitoli yang memberi perhatian serius atas keadaan yang terjadi di Pantai Lalos, dimana pada kawasan pantai itu, kini lingkungannya mulai terancam, karena dipenuhi bangunan-bangunan permanen yang diduga dibangun dan dimiliki oknum pejabat dan pengusaha daerah itu.
Menurut sumber itu, pemilik bangunan permanen yang mengangkangi batas sempadan pantai di kawasan itu, dapat dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 95 Perda Nomor.1 Tahun 2023, karena pemilik bangunan tersebut, dipandang tidak mematuhi dan atau tidak menaati ketentuan yang berkait dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi ruang.
Bukan hanya itu, lanjut sumber tersebut, para pemilik bangunan dan oknum pejabat yang memberi rekomendasi dan persetujuan atas pendirian bangunan permanen di kawasan itu, juga sengaja mengabaikan ketentuan yang termaktub dalam ketentuan Pasal 70 Ayat (2) poin c, Perda Nomor.1 Tahun 2023, yang menegaskan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diperbolehkan dalam kawasan sempadan pantai meliputi; semua kegiatan yang mengganggu fungsi sempadan pantai sebagai perlindungan setempat, semua kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis dan estetika kawasan dengan mengubah dan atau merusak bentang alam, selanjutnya kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup akses jalur dan tempat evakuasi bencana, dan terakhir adanya pembangunan permukiman baru di kawasan sempadan pantai.
Untuk itu, selain pemilik bangunan, tambah sumber itu, pihak yang turut serta terlibat atas pembuatan dan penerbitan surat Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang diawali dengan terbitnya rekomendasi KKPR yang dikeluarkan instansi teknis, diantaranya dari Bidang Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tolitoli, yang mengeluarkan rekomendasi teknis, pihak kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Tolitoli yang menerbitkan alas hak atas lokasi rencana bangunan, berupa Sertipikat Hak Milik (SHM), dan pihak kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Tolitoli sendiri yang mengeluarkan PBG, wajib dan harus dimintai pertanggungjawaban hukum atas terjadinya persoalan itu.
Lebih jauh sumber itu menduga, mulusnya penerbitan surat dan dokumen yang diperlukan untuk pendirian bangunan permanen di sepanjang garis pantai Desa Lalos yang sesungguhnya terlarang, kemungkinan besar karena adanya “tebusan” dan atau “upeti” yang diduga diterima sejumlah oknum yang menangani langsung proses penerbitan dokumen itu dari oknum pemilik bangunan, “kan sudah menjadi rahasia umum, jika ada sesuatu urusan yang sulit untuk diurus, maka teroboslah dengan fulus, mereka kan tahu itu, dan tidak ada makan siang gratis,”ujar sumber itu.
Menyikapi maraknya pendirian bangunan permanen di kawasan Pantai Lalos yang diduga melanggar ketentuan dan hukum yang berlaku, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tolitoli, Ir. Fadjar Syuhadha, M.T, yang dimintai konfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (5/8/2024) kepada Inakor.id menegaskan jika pihaknya telah menyampaikan himbauan kepada semua pihak, khususnya kepada pemilik bangunan untuk tidak melakukan aktivitas penambahan, perubahan, dan perbaikan bangunan hingga batas waktu yang belum ditentukan, “jadi kami selaku Kadis PUPR Tolitoli menyampaikan kepada para pemilik bangunan, terhitung sejak saat ini untuk tidak melakukan perbaikan, penambahan, dan perubahan bangunan yang sudah ada,”tegasnya.
Menurut Fadjar, sebelum disahkannya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Tolitoli, maka kepada siapa pun juga, tidak diperkenankan untuk membangun dan atau mendirikan bangunan permanen di kawasan pantai tersebut, termasuk melakukan penambahan dan pengembangan bangunan yang sudah ada.
RDTR Kabupaten Tolitoli sendiri, menurut informasi yang berkembang di Tolitoli, sejauh ini belum dilakukan pembahasan, termasuk tentunya uji publik, karena draft dan rancangan dari dokumen itu sendiri, diduga belum tersedia.
Terhadap informasi yang berkait dengan dugaan adanya “tebusan” atau “upeti” kepada oknum yang menangani kajian dan proses pembuatan dokumen KKPR sebelum diterbitkannya PBG yang dikeluarkan PTSP Kabupaten Tolitoli, menurut Fadjar, hal itu tidak benar adanya, sebab staf yang menangani urusan itu merupakan figur dan pribadi yang memiliki integritas tinggi dalam menjalankan tugas,”saya kira dugaan itu, tidak benar adanya, sebab teman-teman yang menangani urusan penerbitan KKPR itu, dijamin integritas dan kejujurannya,”ujar Fadjar. (Jamal)