CILEGON – inakor.id – Krisis keuangan yang melanda Masjid Agung Nurul Ikhlas Cilegon, yang baru-baru ini terungkap akibat adanya video viral Masjid Agung Cilegon gelap gulita akibat listrik diputus, seharusnya bisa diatasi dengan kolaborasi bersama pemerintah daerah dan perusahaan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Namun, meskipun pihak DKM telah berusaha menggandeng Pemkot Cilegon untuk menyalurkan bantuan melalui CSR industri, upaya tersebut terganjal oleh ketidaksepakatan di internal pengurus.
Agus Rahmat, Sekretaris DKM Masjid Agung Nurul Ikhlas Cilegon saat diwawancarai pada Rabu (29/1/2025).
Menurut Agus bahwa kondisi keuangan masjid pada 2024 sudah masuk kategori besar pasak daripada tiang.
Cashflow yang tidak sehat memaksa dirinya, bendahara, dan beberapa pengurus lainnya untuk mencari solusi strategis, termasuk menjalin komunikasi dengan Pemkot Cilegon.
“Di 2024, saya dan bendahara serta beberapa pengurus lain sudah menyatakan bahwa secara keuangan sudah besar pasak daripada tiang, cashflow setiap bulan sudah tidak sehat. Tentu kami berusaha menyampaikan ini kepada pemerintah daerah,” ujar Agus Rahmat, Rabu (29/1/2025).
Pemkot Cilegon sebenarnya cukup responsif. Saat itu, bantuan sempat diberikan melalui Bank BJB dengan total nilai sekitar Rp 90 juta dalam bentuk barang, seperti AC, kipas angin, dan lampu gantung.
Namun, bantuan tersebut tidak dapat digunakan untuk operasional masjid.
“Pada waktu itu Pemerintah Daerah membantu melalui Bjb sehingga terpasang ada AC, Kipas Angin, ada Lampu Gantung, dan lain sebagainya. Bantuan dari Bjb itu langsung dipasangkan. Rp 90 juta atau berapa, itu tidak boleh digunakan operasional, tapi untuk barang,” jelasnya.
Lebih Agus, pengurus DKM sebenarnya ingin mencari solusi yang lebih berkelanjutan dengan menggandeng industri melalui CSR untuk membantu maintenance dan perbaikan masjid.
Namun, langkah ini justru terhambat oleh beberapa pengurus yang tidak setuju dengan pendekatan tersebut.
“Pemerintah Daerah sudah welcome dan bisa menggandeng industri untuk maintenance dan perbaikan melalui CSR. Tapi memang ada beberapa, saya enggak sebut nama, ada beberapa yang tidak sependapat,” kata Agus.
Akibat tidak adanya kesepakatan internal, bantuan dari industri pun tak kunjung terealisasi.
Sementara itu, beban operasional masjid terus membengkak.
Agus menegaskan bahwa dirinya dan bendahara sepakat untuk bekerja sama dengan Pemkot, karena mereka mengetahui betul seberapa besar masalah yang ada.
“Kalau bendahara dan saya, kami setuju. Saya harus katakan jangan sampai plintir-plintir sana sini. Bendahara, yayasan, dan saya setuju, karena kami tahu persis persoalan yang timbul. Kami sudah ajukan ke Pemkot, tapi ada beberapa pengurus yang tidak setuju. Akhirnya tetap saja kami harus menalangi terus,” ungkapnya.
Masalah keuangan masjid ini, lanjut Agus, bukan sekadar soal pembayaran listrik PLN yang viral karena nunggak kemarin, melainkan juga menyangkut perawatan bangunan, penggajian pegawai, dan berbagai kebutuhan lainnya yang membutuhkan dana besar.
“Persoalan ini besar, tidak sesederhana itu. Kebocoran itu tidak cukup Rp 1 juta atau Rp 2 juta, itu butuh milyaran rupiah. Karena di situ ada struktur yang mahal, itu sudah berapa tahun? Kalau sampai roboh, siapa yang tanggung jawab?” tegas Agus.
Selain itu, Agus juga menyoroti pentingnya perbaikan sistem isolatif antara struktur tubuh masjid dan kubah yang kondisinya sudah harus diganti.
Namun, tanpa dana yang cukup, upaya perbaikan tersebut hanya menjadi angan-angan.
“Kemudian antara struktur dengan tubuh kubah, itu kan ada yang namanya sistem isolatif yang memang harus sudah diganti, tapi kami tidak ada dana,” tambahnya.
Pada awal 2024, pihak DKM sebenarnya sudah menyerahkan permasalahan ini kepada Pemkot Cilegon, dan menurut Agus, pihak Walikota serta Sekda merespons dengan baik.
Namun, karena adanya perbedaan pandangan di internal pengurus, langkah lebih lanjut tidak bisa dilakukan.
Meski dalam kondisi sulit, Agus menegaskan bahwa DKM tetap berusaha menjaga kesejahteraan masyarakat sekitar.
Salah satu langkah konkret yang dilakukan adalah menyerahkan pengelolaan parkir di belakang masjid kepada warga sekitar.
“Kami masih memberikan masyarakat sekitar pengelolaan parkir di belakang Islamic Center.
Saya tidak tahu itu dapat berapa, kan itu kami berikan untuk lingkungan. Artinya, di saat kami dalam keadaan sulit begitu, kami masih memikirkan masyarakat, sementara kami sendiri terus menalangi berbagai kebutuhan masjid,” tandasnya.
Agus berharap, ke depan ada kepedulian yang lebih besar dari berbagai pihak, terutama jamaah dan masyarakat sekitar, untuk membantu operasional masjid.
“Kami berterima kasih kepada semua pihak yang peduli. semoga jamaah akan semakin peduli terhadap keberadaan masjid, sehingga persoalan keumatan seperti penggajian, perbaikan, dan maintenance bisa terbantu. Ini bukan hanya soal PLN, itu hanya bagian kecil saja.
Pengecatan saja bisa sampai satu miliar, perbaikan kebocoran bisa ratusan juta. Uang dari mana? Ini harus jadi kepedulian bersama,” tutupnya.
(Rohim)