Soal Usul Branding Nyi Roro Kidul Oleh Dedi Mulyadi, Ini Kata Ketua DKD Pangandaran

Pangandaran, inakor.id – Pidato yang disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, dalam acara pengukuhan Dewan Kebudayaan Daerah (DKD) Kabupaten Pangandaran menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.

Salah satu bagian dari pidato tersebut yang menyebut legenda Nyi Roro Kidul, menjadi pemicu perdebatan luas, Rabu (05/02/2025).

banner 336x280

Banyak yang menganggap bahwa pesan tersebut membawa konotasi mistis yang berpotensi membingungkan masyarakat, terutama terkait dengan pengembangan budaya lokal dan pariwisata.

Namun, setelah gelombang kritik muncul, Ketua DKD Kabupaten Pangandaran, Anton Rahanto akhirnya angkat bicara.

Dalam penjelasannya yang dikutip dari channel YouTube Warganet Pangandaran Channel, ia menjelaskan, makna sebenarnya yang ingin disampaikan dalam pidato Dedi Mulyadi.

Anton Rahanto mengatakan, bahwa Dedi Mulyadi tidak bermaksud mengharuskan atau memprogramkan sesuatu, melainkan hanya memberikan contoh tentang bagaimana legenda lokal bisa menjadi inspirasi untuk seni dan pariwisata.

“Contoh yang saya berikan tentang Nyi Roro Kidul itu hanya ilustrasi. Tidak ada maksud untuk menjadikan kisah tersebut sebagai program atau pengharusan. Itu hanya untuk membuka pikiran kita, bagaimana kearifan lokal bisa diolah menjadi karya seni atau destinasi wisata,” katanya

Di tengah kegaduhan ini, Anton Rahanto juga memberikan edukasi yang menarik tentang bagaimana harus memandang legenda seperti Nyi Roro Kidul.

Menurutnya, banyak orang yang keliru dalam memaknai kisah tersebut, sering kali mengaitkannya dengan unsur mistik dan mitos yang belum tentu relevan dengan konteks kekinian.

“Dalam perspektif budaya, Nyi Roro Kidul bukanlah sekadar cerita mitos yang identik dengan hal-hal mistis. Legenda ini bisa dipahami lebih dalam, bahkan bisa diartikan sebagai simbol dari kearifan lokal yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Dalam bahasa Sunda, ‘Ratu’ bisa berarti pemimpin bijaksana. Artinya, kita bisa menginterpretasikan Nyi Roro Kidul sebagai sosok yang memiliki kearifan dalam memimpin, bukan sekadar simbol mitos,” papar Anton

Anton juga menegaskan, pentingnya untuk tidak terburu-buru dalam menarik kesimpulan, apalagi yang datang dari informasi belum tentu dipahami sepenuhnya.

“Banyak yang salah tangkap dan menilai pidato itu sebagai bentuk pemrograman budaya, padahal yang disampaikan adalah sebuah gagasan untuk dipelajari dan dikaji bersama,” ujarnya

Anton mengingatkan, bahwa kebudayaan dan agama harus dilihat sebagai dua hal yang saling melengkapi, bukan bertentangan.

“Budaya adalah bagian dari perilaku sosial yang mengutamakan kemanusiaan, sementara agama memberikan nilai dan pedoman hidup yang luhur. Keduanya harus berjalan bersama-sama dalam membangun masyarakat yang lebih baik,” tandasnya

Anton juga menyampaikan, harapannya agar masyarakat tidak terjebak pada misinterpretasi yang beredar di media sosial.

“Mari bersama-sama membuka pikiran dan tidak mudah terpengaruh oleh opini yang belum tentu benar. Kita semua harus bijaksana dalam menyikapi perbedaan dan belajar untuk memahami makna yang sebenarnya,” imbuhnya (*)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *