CILEGON – Inakor.id – H. Deni Juweni, Ketua Umum LSM BMPP memberikan apresiasi kepada Balai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Serang yang telah mengungkap temuan 400 butir obat setelan tanpa label dan tanpa resep dokter di Apotek Gama Cilegon.
Deni Juweni Yang biasa dipanggil Abah jen juga sangat mendukung penuh BBPOM Serang untuk mengusut tuntas temuan 400 butir obat setelan tanpa label di Apotek Gama Cilegon.
“Hal tersebut menjadi informasi bermanfaat dan menjadi edukasi masyarakat Cilegon, untuk berhati-hati dalam membeli obat, apalagi obat tanpa label dan tanpa resep dokter. Beli obat bermaksud sembuh, jangan malahan salah obat menjadikan orang sakit,” ungkapnya.
Keterangan dari Kepala BBPOM Serang Mojaza Sirait, saat konferensi pers BBPOM Serang pada hari Selasa tanggal 7 Januari 2025. Ia mengatakan, obat obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin Maleat dan Asam Mefanemat.
Obat setelan ini dilarang,” tegas Mojaza saat konferensi pers di kantor Balai BPOM di Serang
” Obat tersebut tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai, serta keamanan dan khasiat obat tidak terjamin kualitasnya,” ucap nya
Mojaza menjelaskan,” ada tiga jenis obat yang diamankan. Diduga, obat tersebut mengandung Natrium Diklofenat, Deksametasol, Salbutamol Sulfate, Teofilin, klorfeniramin maleat dan Asam Mefanemat.
Obat tersebut biasanya digunakan untuk pengobatan sakit gigi, demam dan sesak nafas. “Obat ini digunakan buat sakit gigi,” Tegas pria yang akrab disapa Moses ini.
Mojaza mengungkapkan, obat setelan merupakan obat yang berbahaya. Sebab, obat ini tidak diketahui kandungannya, identitas obat, nomor bets, tanggal kadaluarsa, indikasi dan dosis aturan pakai.
Selain itu, keamanan dan khasiat obat tidak terjamin. “Obat ini berbahaya bagi masyarakat,” ujarnya.
Mengedarkan sedian farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dapat dijerat dengan Pasal 435 UU RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pidana hingga 12 tahun penjara, dan denda paling banyak lima miliar rupiah
(Rohim)