PALU, inakor.id – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Dr. Bambang Hariyanto, didampingi Aspidum Kejati Sulteng, Fithrah, S.H., M.H., kembali memimpin penghentian penuntutan terhadap dua perkara pidana berdasarkan prinsip restorative justice. Selasa (15/10/2024).
Acara ini berlangsung di Aula Vicon, lantai 3 Kantor Kejati Sulteng. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menghadirkan keadilan yang lebih humanis dengan mempertimbangkan kepentingan korban, pelaku, serta masyarakat secara keseluruhan.
Perkara pertama melibatkan tersangka Santi Novianita alias Santi, yang didakwa melanggar Pasal 80 Ayat (2) atau Pasal 80 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan UU No. 17 Tahun 2016. Kasus ini berasal dari wilayah hukum Kejaksaan Negeri Donggala.
Perkara kedua menyangkut Moh. Rifaldi Bin Moh. Ikhsan, yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, dan ditangani oleh Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe.
Menurut Dr. Bambang Hariyanto, penghentian penuntutan ini telah mempertimbangkan kesepakatan damai antara korban dan pelaku, yang memilih menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Prinsip utama dari restorative justice adalah memulihkan kondisi seperti sebelum terjadinya tindak pidana, dengan tetap menjaga rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Penghentian penuntutan kedua kasus ini telah disetujui oleh JAMPIDUM Kejaksaan Republik Indonesia. Kejati Sulteng berharap langkah ini menjadi contoh bahwa tidak semua kasus harus diselesaikan melalui proses pengadilan, terutama bila penyelesaian damai lebih menguntungkan bagi semua pihak.
Kejati Sulawesi Tengah akan terus mempromosikan penerapan restorative justice untuk perkara-perkara yang memungkinkan, dalam rangka mendukung reformasi hukum yang lebih inklusif dan progresif. (Jamal)