Cara Berperang Melawan Stunting Ibu-ibu Di Kota Cimahi

Cimahi, inakor.id – Permasalahan stunting menjadi perhatian khusus Penjabat (Pj) Wali Kota Cimahi Dicky Saromi. Apalagi sebelumnya dia diberikan mandat saat pelantikan agar mengentaskan kasus stunting di Kota Cimahi, Jawa Barat.

Berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM), persentase stunting Kota Cimahi saat ini sebesar 9,35 persen atau sejumlah 2.928 balita dalam kondisi stunting, sedangkan berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 menunjukkan prevalensi stunting Kota Cimahi sebesar 16,4 persen.

banner 336x280

“Upaya penurunan stunting tidak dapat dilakukan secara instan, namun baru dapat terlihat dalam tiga hingga lima tahun ke depan. Namun demikian, upaya dalam mengurangi tingkat prevalensi stunting harus menjadi prioritas dan mendapatkan perhatian khusus,” kata Dicky di Pemkot Cimahi.

Berdasarkan apa yang menjadi kekhawatiran Pemerintah Kota Cimahi tersebut diatas, untuk mengatasi Stunting di wilayahnya, Ibu-ibu di RW 02, Kelurahan Cigugur Tengah, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi, punya cara tersendiri untuk mengintervensi potensi stunting pada anak-anak di lingkungan tersebut.

Stunting merupakan satu kondisi yang mesti jadi perhatian tak hanya keluarga, namun juga pengurus kewilayahan. Terutama soal pemenuhan makanan bergizi yang kadang luput bahkan diacuhkan keluarga.

Ibu-ibu di RW 02 itu tergabung dalam wadah Kelompok Wanita Tani (KWT) Safa Marwah yang sejak tahun 2021 menekuni aktivitas berkebun dengan jenis tanaman sayur pakcoy atau nama lainnya bok choy.

Dede Tarsih, bendahara KWT Safa Marwah, menyebut jika anak-anak di lingkungan tempatnya tinggal tak begitu suka mengonsumsi sayur-sayuran yang sebetulnya begitu penting untuk pemenuhan gizi.

“Awal mulanya menanam pakcoy dari inovasi Posyandu, untuk anak-anak yang tidak suka sayuran,” kata Dede saat ditemui, Senin (12/02/2023).

Ada beberapa makanan olahan berbahan baku sayur pakcoy hasil dari kebun di lingkungan RW 02 yang berhasil dibuat dan disukai oleh bocah-bocah di kampung tersebut.

“Sayurnya itu kita produksi menjadi makanan untuk anak-anak. Seperti puding pakcoy, kue sus pakcoy, nugget ayam pakcoy. Terus camilannya ada saroja pakcoy, sistik pakcoy, ada bolu kukus pakcoy. Terus minumannya jus rasa pakcoy,” kata Dede.

Inovasi produk berbahan dasar pakcoy itu nyatanya disukai anak-anak. Harapan membumbung tinggi bagi para ibu, agar anak-anak mereka juga menyukai jenis sayuran lainnya.

“Alhamdulillah anak-anak suka, karena memang tidak bisa dipaksa ya kalau anak-anak. Jadi kita sebagai orangtua yang harus memutar otak,” kata Dede.

Sayangnya, pemenuhan bahan baku pakcoy untuk mengolah berbagai produk itu terkadang menjadi hambatan. Sebab produk yang mereka buat, tak jarang dibeli oleh ibu-ibu dari RW dan daerah lain.”Hanya bahan baku untuk pengolahan kadang itu kurang, karena kan lahan penanaman pakcoynya terbatas. Alhamdulillah belakangan KWT yang asalnya hanya 1 bertambah jadi 3. Ya sedikit-sedikit bisa memenuhi kekurangan bahan baku,” ucap Dede.

Cita-cita masih tergantung tinggi, yakni setiap rumah tangga di wilayah tersebut turut menanam sayuran salah satunya pakcoy. Demi ketahanan pangan di tengah fluktuasi harga bahan pangan di pasar tradisional.

“Harapannya tentu begitu. Tapi sekarang kita wajibkan dulu setiap anggota (KWT). Jadi wajib menanam 10 polybag pakcoy. Tapi memang sebagian warga sekarang sudah mulai tertarik menanam pakcoy di halaman rumah mereka, ada yang pakai polybag atau media tanam lain,” ucap Dede.

Sementara itu, Lurah Cigugur Tengah, Rezza Rivalsyah Harahap mengatakan lahirnya KWT dan tanaman serta produk olahan pakcoy, selain demi menekan stunting juga lahir dari kesadaran dan kemandirian warga. (Admin)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *