Aceh Tenggara, inakor.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menahan tiga tersangka tindak pidana korupsi pengadaan 200 ekor sapi dengan anggaran Rp 2.378.000.000;- pada Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Aceh Tenggara Tahun Anggaran 2019 di Rutan Banda Aceh, Desa Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, Selasa (17/10/2023). Dari ketiga tersangka yang ditahan, salah satunya MARAHALIM,SP sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Sapi tersebut.
Koordinator Bidang Penindakan dan Gratifikasi pada Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Aceh, Yusuf M Teben melalui sambungan telepon kepada sejumlah media mengatakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh diduga tebang pilih dalam menetapkan tersangka pada kasus korupsi pengadaan sapi itu, kami minta kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh untuk meninjau ulang penetapan tersangka terhadap MARAHALIM,SP kata Yusuf M Teben, Sabtu 28/10/2023.
Yusuf M Teben juga mengatakan, terkait penetapan MARAHALIM,SP menjadi tersangka dalam kasus sapi ini ada kejanggalan. Pasalnya mulai dari perencanaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan sudah selesai dilakukan dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan Nomor : 627.A/BASTB/2019, pada hari Kamis tanggal 12 Desember 2019. Nama : MARAHALIM,SP jabatan PPK selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA, Nama : JUMADI,SP jabatan Kepala UPTD Pembibitan, selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Didalam berita acara serah terima hasil pekerjaan itu disebutkan :
- Pihak PERTAMA menyerahkan hasil pekerjaan kepada Pihak KEDUA dan Pihak KEDUA telah menerima hasil pekerjaan dari Pihak PERTAMA berupa :
Nama Barang : Pengadaan Ternak Sapi. Volume : 200. Satuan : Ekor. - Pihak KEDUA menerima hasil pekerjaan yang diserah terimakan dalam keadaan baik dan cukup sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK) Nomor : 520/36/SPK/2019 tanggal 17 Mei 2019 dari Pihak PERTAMA.
Pejabat Pembuat Komitmen sudah melaksanakan kegiataan mulai dari perencanaan sampai dengan penandatanganan kontrak dengan pihak rekanan. Saat sapi diserahkan bahwa jumlah sapi cukup sesuai dengan spek teknis dan sapi dalam keadaan sehat. Saat penyerahan hasil pekerjaan juga ada berita acara antara PPK dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang disaksikan oleh Kepala Dinas Pertanian selaku Pengguna Anggaran (PA), selain itu ada saksi dari TP4D Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, kata Yusuf M Teben.
Anehnya, walaupun kegiatan pengadaan sapi 200 ekar itu dampingi oleh TP4D dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara yang dibuktikan dengan Surat Perintah Kepala Seksi Intelijen selaku Ketua Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara Nomor : PRINT- 10/L.1.20.2/TP4D/07/2019. Walaupun kegiatan itu didampingi oleh TP4D dari Kejaksaan tapi kok bisa jadi kasus korupsi, sebut Koordinator Bidang Penindakan dan Gratifikasi LPRI Aceh itu heran.
Setelah hasil pekerjaan diterima oleh KPA artinya tugas dan tangung jawab PPK sudah selesai dilaksanakan, namun sapi yang diserahkan kepada KPA untuk disalurkan kepada masyarakat, itu bukan lagi menjadi tangungjawab PPK melainkan tangung jawab PA, KPA dan TPK. Kepada siapa dibagikan sapi tersebut, maka kewajiban KPA untuk menjelaskannya, tegas Yusuf M Teben.
Semestinya yang menjadi tersangka bukan PPK, tapi PA, KPA dan TPK bila ada sapi yang tidak jelas keberadaan nya. Inilah dasarnya saya minta kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh untuk meninjau ulang penetapan tersangka terhadap MARAHALIM,SP sebagai PPK kegiatan pengadaan ternak sapi 200 ekor itu, pungkas Koordinator Bidang Penindakan dan Gratifikasi pada Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Aceh mengakhiri. [Amri Sinulingga]